Good morning, nggak kerasa udah hari Sabtu nih beb, itu artinya WHITE ROSE Episode 11 udah siap tayaaaang hihihi.
Buat kamu yang baru pertama kali mampir ke Blog aku ini, cuss dibaca dulu Episode sebelumnya yaa, udah ada episode 1 sampe 10nya beeeb.
Buat kamu yang belum tau, ini Novelet bukan buatan aku yaa, tapi buatan bestieku hehe. cuss langsung aja yuk?
WHITE ROSE by Astrianti Nuraidan
Walaupun mereka sering menghabiskan
waktu berdua ketika pergi ataupun sedang mengerjakan sebuah projek membuat
kembali taman Bunda seperti dulu, tapi hal itu tak membuat adanya sebuah
percakapan yang menghancurkan dinding pertahanan Mawar akan orang baru dalam
kehidupnya. Bahkan dihari lain biasanya Yuda yang akan selalu mencoba membuka
sebuah percakapan kini hanya bisa terdiam membisu dikarenakan perkataan Rena
tadi ditoko yang masih tergiang di kepala Yuda dan Mawarpun yang menjadi semakin
diam sambil mengarahkan pandangnya yang tak pernah beranjak lepas dari arah
jendela mobil yang berada disampingnya dari awal mereka berada di dalam mobil.
Setelah
melewati perjalan yang membuat Yuda semakin merasa gelisah sendiri akhirnya
mereka sampai dirumah lama Yuda. Mereka langsung keluar dari mobil tanpa
seorangpun yang mengalah dalam siapa yang akan memulai percakapan. Yuda yang
tak biasa dengan keheningan, kini sedang berusaha memikirkan sebuah topik
pembicaraan yang mungkin akan membuat mereka melupakan kecanggungan yang ada.
Yuda mengarahkan pandangannya yang mungkin bisa menjadi objek sebuah percakapan
hingga tanpa sengaja ia memandang kearah rumah yang sejak sepuluh tahun telah ditinggalkannya.
Setiap mereka datang kemari dengan
hati-hati Yuda selalu menundukkan pandangan dan hanya mengunakan sebuah insting
untuknya berjalan segera menuju kebun tanpa melihat-lihat keadaan rumahnya dan
kini tanpa sengajanya ia melihat pada arah jendela yang memperlihatkan ruangan
tempat Ayahnya dulu terkapar tak berdaya. Hal itu bukan pilihan terbaik untuk kondisinya
saat ini seharusnya Yuda tadi tak mengarahkan pandangannya kearah sana. Karena
kini kilatan-kilatan menyakitkan yang terjadi pada dimasa lalunya mulai masuk kedalam
kepalanya dengan sangat jelas seolah-olah kejadian itu sedang terjadi saat ini.
“Bisakah kau membantuku mengambilkan
bunga mawar yang satu ini?.” Ucap Mawar yang berada di belakang mobil.
Yuda yang masih dikuasi oleh
kenangan masa lalu hanya terdiam dengan dahi yang kini mulai mengeluarkan sebuah
keringat dingin. Kini yang ada dipikiran Yuda hanya ingin segera melarikan diri
secepatnya mungkin menjauh dari rumah lamanya. Tetapi sepertinya hal itu sudah
terlambat karena kakinya pun mulai merasa lemas dan bahkan nafasnya mulai
memberat mungkin akan terhenti ketika bayangan masa lalu semakin menguasai isi
kepalanya.
“Kau mendengarku.” Ucap Mawar
yang kini sudah berada di belakang Yuda sambil menyentuh bahunya karena tak ada
pergerakan ataupun sebuah jawaban dari permintaannya barusan.
Dan betapa terkejutnya Mawar
melihat keadaan Yuda yang sudah memucat didepannya dengan pandangan yang kosong.
Mawar mencoba mengencangkan pegangan pada pundak Yuda untuk membuatnya kembali
pada masa kini.
“Bisakah kau mendengarku.”
Ucap Mawar kini dengan nada khawatir yang tak pernah ia katakan pada siapapun.
“…” Yuda diam dengan
pandangan yang entah fokus kemana.
“YUDA.”ucap Mawar berteriak
dan mengguncangkan badan Yuda lebih keras berusaha membuat kesadaran Yuda
kembali pada masa kini.
Guncangkan
kuat yang Mawar beri untuk Yuda akhirnya berhasil di menit kelima yang membuat
Mawar menghela nafas lega. Tetapi Yuda hanya mengumam sebuah kata Bunda dengan
sorot mata penuh luka yang langsung diikuti hilang kesadarannya. Mawar berusaha
sebisa mungkin menahan berat badan Yuda agar tak langsung jatuh membenturkan
kepalanya kini harus rela berada dibawah Yuda karena tak kuat menahan berat
badan Yuda yang jauh lebih besar dari badannya.
Setelah beberapa saat Mawar berpikir
memilih tempat terbaik untuk kondisi
mereka saat ini akhirnya dengan sekuat tenaga Mawar berusaha mengangkat tubuh
Yuda kedalam mobil. Mawar memutuskan membawa Yuda ketempat tinggalnya karena
jauh dalam dirinya rumah terdekat yang berada didepannya ini masih menyimpan
rasa enggan yang kuat untuk kembali berada didalamnya.
Mawar
kini terduduk lemas diatas sebuah karpet sambil menyekat keringat yang mengalir
dipelipisnya. Ia kelelahan setelah dengan sekuat tenaganya mengangkat Yuda yang
jatuh pingsan sendirian, yang kini telah tertidur dengan nyaman diatas sofa
yang berada didalam rumah kecilnya. Rasa bosan menunggu Yuda sadar dan juha
efek dari rasa lelah yang mulai menguasainya, tanpa sadar membuat kedua kelopak
mata Mawar menutup dan akhirnya iapun jatuh tertidur diatas karpet disamping
sofa Yuda berada.
“Jadi selama ini kau yang
menyembunyikan pembunuh itu?” ucap Yuda terlihat sangat marah bahkan sampai merlihatkan
urat yang berada dilehernya.
“Maksudmu apa?” ucap Mawar yang
pusing karena terpaksa terbangun oleh teriakan Yuda.
“Kau pasti senang kan selama
ini, bahkan mungkin kau selalu menertawakan ku ketika melihatku yang memperlakukanmu seperti
orang baik”. ucap Yuda yang wajahnya semakin memerah karna amarah yang mulai
memuncak.
“Kau membicarakan tentang apa
sih sebenarnya?” ucap Mawar yang tak memiliki apa yang sebenarnya dibicarakan
oleh Yuda bahkan memicu kemarahannya, seingatnya tadi pemuda ini jatuh pingsan
dan ia yang entah sejak kapan ikut tertidur pulas disebelahnya.
“Ini” ucap Yuda dengan nada
yang sangat dingin melemparkan sebuah telepon genggam dibawah kaki Mawar.
“Kau menyentuh barang milik
orang lain?” kini Mawar yang balik merasa marah begitu mengetahui telepon
genggam itu miliknya, dan langsung mengecek teleponnya yang disana ia tahu
maksud dari kemarahan Yuda karena dilayarnya tertera nomor telepon Didi yang
baru saja terputus beberapa saat yang lalu, sepertinya tadi Yuda telah
mengangkat panggilan dari Didi.
“Aku tak bermaksud seperti
itu sungguh.” Ucap Mawar mencoba memberi sebuah pengertian atas semua
perbuatannya selama ini terhadapat Yuda.
“Menurutmu aku akan percaya?
akan ku pastikan kau akan mendekam dalam penjara seumur hidupmu bersama ayahmu
itu, bahkan sampai kalian mendapat hukuman mati.” Ucap Yuda dengan muka yang
mengeras menahan amarahnya dan langsung pergi meninggalkan Mawar begitu saja
tanpa menoleh lagi kebelakang.
Setelah Yuda pergi dirumah
ini dengan kata-kata terakhir yang sepertinya memang pantas diterima oleh Mawar,
membuatnya jatuh merosot membayangkan apa yang akan menjadi masa depannya
kelak, sendirian didalam sebuah ruang sempit sudah biasa baginya bahkan kematianpun
sepertinya pilihan yang paling bagus untuk hidupnya yang tak pernah benar dari
awal. Akan tetapi apakahkah ia akan membawa semua penyelasan itu akan ikut
bersama dengannya sampai mati?.
Mawar menyesal karena
menyia-nyiakan banyaknya waktu yang diberikan Yuda untuknya agar memperbaiki
rasa bersalah yang selalu hinggap didalam dirinya, Kini telah berakhir dengan
cepat karena tak akan ada lagi kesempatan untuknya kecuali menebusnya seperti
dengan apa yang telah Yuda ucapkan sebelum ia pergi meningalkannya sendirian
dirumahnya ini. Yang bisa dilakukan Mawar saat ini hanyalah menutup kedua matanya
berharap semua ini cepat selesai dari kehidupannya.
“Syukurlah.” Ucap Yuda terdengar
sayup-sayup oleh Mawar yang mencoba membuka kedua matanya kembali.
Mawar mencoba duduk dari
posisinya yang masih berada di sebuah karpet sambil memijat kepalanya karena sangat
bingung mengapa kini Yuda bertanya dengan rawut muka khawatir, bukankah tadi
Yuda pergi setelah menginginkannya untuk mati. Apa yang sebenarnya terjadi?
Apakah Yuda sengaja kembali untuk memastikan ia tidak melarikan diri? Tapi
mengapa kini yang ada didepannya adalah seorang Yuda yang tampak sangat
khawatir ketika Mawar tak menjawab pertanyaannya?.
“Apakah kau baik-baik saja? Kau
ingin meminum sesuatu?” Ucap Yuda meskipun ia tak tahu sekarang sedang berada
dimana, tapi Yuda bisa melihat sebuah dapur yang berada yang tak jauh dari
tempatnya duduk dan langsung pergi mengambil segelas air minum untuk Mawar.
“Terimakasih” Ucap Mawar mengambil
gelas itu meskipun sedikit ragu, tapi ketika merasakan tengorokkannya kering ia
langsung meminumnya sampai habis tak tersisa sepertinya ia memang sangat membutuhkannya.
“Aku lapar, apakah kau ingin memesan
sebuah makanan atau sebuah cemilan?” ucap Yuda setelah beberapa saat, sambil
berdiri mengambil telepon genggam yang berada di meja yang berada didepannya.
“Apa yang terjadi?” ucap
Mawar yang tak menjawab pertanyaan Yuda, ia begitu frustasi dengan pemikirannya
sendiri.
“Sepertinya kau ketiduran
setelah membawaku kemari.” Penjelas singkat Yuda dengan pandangan tertunduk
menahan rasa malunya.
“Aku?” Tanya Mawar terheran
dengan jawaban Yuda mungkinkah yang tadi adalah mimpi semata, kalaupun memang
hanya sebuah mimpi mengapa ia merasa sangat begitu takut hal itu adalah kenyataan
dan yang terjadi didepan matanya kini adalah sebuah mimpi.
“Sepertinya aku pingsan cukup
lama yang membuatmu juga tertidur karena menungguku, maafkan aku”. Ucap Yuda
merasa bersalah.
“…” ucap Mawar yang masih
berusaha memproses keadaan.
“Aku berada dirumahmu?” Tanya
Yuda untuk menghidari rasa malu yang semakin membuatnya ingin segera
meninggalkan tempat itu.
“Hah” Mawar yang tak fokus
apa yang di ucapkan Yuda.
“Kau sehat?” Yuda bertanya sambil
menepis rasa malunya dan mencoba memperhatikan keadaan Mawar yang terlihat menjadi
semakin pucat dari ketika ia tertidur, apakah trauma bisa tertular? Yuda kini
menjadi khawatir akannya kemungkinan pemikirannya itu.
“Aku baik-baik saja, hanya efek
mimpi buruk kurasa.” Akui Mawar yang tak ingin menyimpan lagi perasaannya.
“Kau ingin cerita?” Yuda bertanya
pelan-pelan karena tak ingin Mawar kembali menutup diri terhadapnya kembali.
“Maaf untuk saat ini aku tak
siap.” Jawab Mawar sendu, ia belum siap harus mengakui semua kesalahannya pada
saat ini juga.
“Aku mengerti, tapi begitu
kau ingin bercerita segera hubungi aku” ucap Yuda yang semakin khawatir memikirkan
kemungkinan mimpi buruknya yang berhubungan dengan adanya sebuah ancaman dari mantan
ayahnya seperti apa yang telah dikatakan Rena kepadanya, kalau hal itu benar ia
harus selalu mengawasi Mawar mulai dari saat ini.
“Ini rumahku” ucap Mawar tiba-tiba
setelah ia cukup yakin bahwa yang terjadi sebelumnya adalah sebuah mimpi.
“Sudah kuduga, maafkan aku
sepertinya hari ini aku sangat merepotkanmu.” Yuda mengucapkan itu dan mulai
menyadari betapa konyolnya dirinya kini dihadapan Mawar.
“Aku mempunyai persediaan berbagai
rasa cup mie, kau ingin yang mana?” ucap Mawar menawarkan karena sepertinya ia
pun butuh tenaga tambahan.
“Aku ingin rasa yang biasa
saja” Jawab Yuda langsung dengan yakin.
“Kau tak suka pedas ya.”
Tebak Mawar yang langsung diangguki semangat oleh Yuda.
Mawarpun langsung menyiapkan
dua cup Mie yang biasa untuk Yuda dan yang pedas untuk dirinya karena
sepertinya ia sangat memerlukan rasa pedas pada mulutnya untuk mengalihkan pikirannya
yang masih saja terasa berputar-putar rasanya seperti akan meledakkan
kepalanya.
Setelah Mawar menyiapkan dua
cup Mie untuknya dan Yuda, kini mereka duduk diatas karpet disamping sofa yang
digunakan Yuda tidur tadi, mereka duduk sambil menunggu mie itu dengan tenang.
“Kau tidak menanyakan mengapa
aku bisa seperti tadi?” ucap Yuda membuka obloran sambil menunggu makanan
mereka matang.
“Aku hanya menebak.”ucap
Mawar dengan sorot mata yang menyendu.
“Sejelas itu ya, padahal aku mencoba
menyembunyikan sekuat tenaga ketika berada disana ketika bersamamu.” Ucap Yuda mengakui
dengan pandangan terarah pada mie dibawahnya.
“Taman Bunda sudah hampir mirip
seperti ketika Bunda merawatnya dulu, kini hanya tingal merawat dan menunggu
bunga-bunga itu mekar.” Ucap Mawar memberanikan diri membuka sebuah percakapan.
“Sepertinya memang begitu.”
Ucap Yuda yang semakin lesu karena menurutnya Mawar ingin membuat pertemuan
yang sekarang akan menjadi kesempatan terakhirnya untuk selalu bertemu Mawar.
“Aku khawatir melihat kondisimu
yang sepertinya masih belum bisa untukmu untuk sering-sering berada disana, bolehkan aku menyarankan? sebaiknya
kau menyewa seorang tukang kebun saja.” Ucap Mawar panjang lebar yang tak mengetahui
lawan bicaranya yang salah mengartikan ucapannya.
“Ya sepertinya harus seperti
itu.” Ucap Yuda langsung menyetujui tanpa tahu dari apa yang diucapkannya.
“Tak ada ucapan terimakasih?”
Tanya Mawar tiba-tiba kini membuat sebuah pertanyaan yang konyol menurutnya
sendiri, tapi entah lah melihat pria yang biasanya ceria kini malah diam tak
bergairah didepannya membuatnya harus mengatakan sesuatu.
“Terimakasih” balas Yuda
singkat.
“Hanya itu?” ucap Mawar heran
kembali bertanya.
“Mmm” Yuda sepertinya ia
sedang berada didunianya sendiri menurut Mawar.
“Setidaknya kau menaktirku
makan ditempat yang enak sebagai ucapan terimakasih” ucap Mawar yang membuat
pria didepannya kini langsung melihat kearahnya dengan tatapan seperti tak
percaya dengan pendengarannya.
“Kau ingin makan dimana?.”
Ucap Yuda asal bertanya untuk memastikan apakah memang benar Mawar baru saja
mengajaknya bertemu lagi setelah ini.
“Aku ingin mencoba steak
direstaurant yang baru saja buka kemarin.” Ucap Mawar yang juga menjawab asal,
entahlah ucapan terimakasih apa yang sebenarnya Mawar harapkan.
“Kalau begitu sabtu besok aku
akan jemputmu seperti biasa” ucap Yuda langsung bersemangat dan menentukan
waktu agar Mawar tak dapat berubah pikiran.
“Baiklah, sekarang bisakah
kita makan sekarang?” ucap Mawar mencoba untuk tak menyesali apa yang tadi
dikatakannya, bukankah ia harus mencoba menebus rasa bersalahnya ketika ia masih
diberi kesempatan kembali, lagi pula jika ia masih belum siap untuk bertemu
Yuda sabtu depan mungkin nanti ia mendapatkan sebuah alasan untuk menolak
pertemuan itu.
“Makan? Kau sangat ingin
steak itu?” ucap Yuda yang masih mengaduk-aduk makanannya tapi kali ini dengan
senyuman diwajahnya tapi ketika Mawar bertanya, ia sudah akan siap berdiri
untuk mengambil kunci mobilnya.
“Maksudku mie ini, lihat
bahkan bentuknya sudah tak layak disebut mie.” Ucap Mawar yang langsung
menghela nafas.
“Oh mie ini” ucap Yuda
sedikit malu, untung saja ia belum sempat berdiri.
“Mari makan” ucap Mawar yang
kini langsung memasukan mie pada mulutnya sendiri yang langsung diikuti oleh
Yuda yang kini memakan mienya dengan muka yang memerah.
“Rumah yang nyaman, Kau
tingal sendirian?.” Ucap Yuda basa-basi karena ia tahu tentang keluarga Mawar
dari cerita Rena sebelumnya, ia mengatakan itu hanya untuk membuat Mawar
sedikit terbuka dengan dirinya dan mungkin ia bisa membantu masalahnya secara
lebih terbuka.
“Ya bisa kau lihat tak ada
siapapun selain aku disini, tapi terkadang Rena akan menginap beberapa hari
ketika ia tak ingin sendirian dikontrakannya” ucap Mawar menjawab setelah
menelan mie yang baru saja masuk kedalam mulutnya dan langsung tertelan habis
karena sepertinya mie itu sudah begitu mengembang.
“Kau tak kesepian dihari-hari
lain ketika Rena tak ada?” pancing Yuda.
“Aku lebih menyukai sensasinya
dari pada kini bersamamu yang berisik.” Ucap Mawar sambil mengeluarkan
pandangan yang menusuk sepertinya kebiasaannya susah untuk dihilangkan.
“Kau pasti bercanda, mana ada
yang tak ingin bersama denganku.” Ucap Yuda mencoba menghibur dirinya sendiri
atas penolakan Mawar secara langsung.
“Ya mana ada orang yang ingin
sendirian didunia ini.” Ucap Mawar ketika mengingat hari-hari yang dilaluinya
tanpa seorang pun disisinya dan ketika menyadari tak ada yang perlu disesali
kini ia kembali memakan mienya.
“Aku akan selalu menghubungimu
sesering mungkin.” Ucap Yuda secara terang-terangan ketika memahami arti dari
ucapan Mawar yang menunjukan kalau sepertinya ia sangat kesepian selama ini.
“Terserahmu.” ucap Mawar
singkat tanpa mau menbantah atau mengiyakan apa yang dikatakan Yuda.
“Kau setuju kalau begitu.”
Ucap Yuda sangat bersemangat sepertinya pintu jalan untuknya akan semakin
terbuka lebar. Dan ia pun memakan sisa mie yang berada didepannya dengan
perasaan hangat walaupun mie itu sudah berubah menjadi mie dingin karena
lamanya mereka bercerita.
Setelah menghabiskan makanan
mereka Yuda langsung pamit pulang untuk menjalani kehidupannya memenuhi
tugasnya sebagai penjaga keselamatan warga dunia untuk satu minggu kedepan. Dan
Mawar pun harus kembali menjalankan usahanya dengan dibantu oleh Rena untuk
memenuhi kehidupannya.
Waktu terasa cepat berlalu
ketika dijalani dengan penuh kebahagian hari sabtu yang ditunggu-tunggupun
telah tiba, meskipun dalam minggu ini pekerjaan Yuda termasuk pekerjaan yang
melelahkan dari pada hari-hari lainnya ketika ia menjabat sebagai seorang
anggota kepolisian dikarenakan dalam satu minggu ini ia harus mengurus seorang
preman yang pincang karena berusaha lari dari pengerebekan mereka, seorang
pencuri yang melaporkan perbuatannya dan temannya karena ternyata sang anak
kini menjadi sandera sebuah kompotan yang tidak bertanggung jawab atau Yuda
harus memutuskan siapa yang salah ketika terjadinya tabrakan antara pengemudi
yang ugal-ugalan atau pengemudi lainnya yang berusia dibawah umur dan banyaknya
kasus-kasus lain yang tak ingin Yuda ingat kembali.
Tapi dengan adanya semua
kasus yang membuat Yuda benar-benar ingin langsung memasukkan mereka semua
dalam jeruji penjara dengan melakban mulut dan memborgol tangan dan kaki mereka
tanpa adanya teguran langsung dari komandan, hal itu tak memudarkan sedikit pun
kebahagian yang sedang berlangsung karena Yuda akan bertemu dengan Mawar dihari
sabtu ini. Bahkan untuk kasus Didi yang tak ada kemajuan berarti, Yuda
benar-benar sudah tak terlalu peduli lagi karena yang dia ingin saat ini adalah
bertemu Mawar dihari sabtu ini.
Yuda baru saja sampai
disebuah restaurant steak yang baru saja buka lima menit yang lalu. Sebenarnya
Yuda sangat ingin menjemput Mawar karena ia sudah tak sabar melihat wajah
seseorang yang tak pernah hilang dalam pikiran Yuda seminggu ini, tapi Mawar
mengatakan ia tak akan berada ditoko atau bahkan sempat pulang dari hari jum’at
terakhir mereka saling memberi kabar, tapi ia akan berusaha untuk menemuinya
tepat waktu dihari sabtu langsung direstaurant itu.
Yuda memutuskan lebih baik
untuk menunggu Mawar didalam restaurant dengan di temani secangkir kopi yang
langsung dipesannya ketika memasuki tempat itu. Yuda pun menunggu dengan
perasaan yang berbunga-bunga memikirkan perkembangan hubungan mereka yang kini
hampir mendekati apa yang diinginkannya selama ini.
Gelas kopi yang penuh kini
tinggal tersisa es batunya saja yang tertinggal didalamnya. Perasaan Yuda kini
menjadi muram apakah Mawar sengaja menghidarinya ketika sudah lebih dari
belasan teleponnya tak pernah sekalipun diangkat oleh Mawar, bahkan pesan-pesan
yang dikirimkan dari percakapan terakhir merekapun tak ada satu pun yang
sepertinya dibacanya.
Yang Yuda sangat ingin lakukan
saat ini hanyalah menghancurkan telepon genggam yang berada digenggamannya karena
mungkin saja benda itu rusak dilihat layarnya yang hitam legam tak bernyawa.
Yuda menghembuskan nafasnya sepelan mugkin untuk berusaha menenangkan dirinya
dengan memikirkan kemungkinan-kemungkinan yang masuk akal seperti alasan Mawar
telat atau bahkan tak bisa bertemu dengannya dihari ini.
“Apakah ia sengaja
menghindariku? Tapi itu tak mungkin dilihat dari pesan-pesan mereka selama
seminggu ini. Apakah ia mengalami kecelakaan? Kalau hal itu terjadi mungkin
saja, Rena mungkin akan mengetahuinya. Haruskah ia menghubungi Rena? Tapi
bagaimana kalau Mawar tiba-tiba datang ketika aku menelepon Rena. Atau apakah
ayahnya menculiknya? Bagaimana dengan kemungkinan itu.” Yuda terus menerus
memikirkan kemungkinan itu selama satu jam penuh dengan ditemani sebuah kopi
dari cangkir kedua yang dipesannya tak lama ketika habis cangkir yang pertama.
“Halo kau dimana?.” Ucap Yuda
yang bersemangat menjawab teleponnya ketika benda itu berbunyi.
“Aku dikantor tentu saja.”
Ucap lawan bicara ditelepon itu.
“Mawar?.” Ucap Yuda ragu
ketika mendengar suara laki-laki yang menghubunginya.
“Yuda?.” Ucap lawan bicara
yang juga ragu akan yang dihubunginya.
“Iya aku Yuda, kau siapa?.” Yuda yang kini
memutuskan menjawab alih-alih bertanya kembali.
“Oh ku kira tadi aku salah
menghungbungi seseorang ketika seseorang menanyakan keberadaanku.” Ucap
seseorang di telepon itu yang membuat Yuda semakin penasaran dengan lawan
bicaranya sebelum memutuskan melihat nomor yang tertera dilayar telepon yang
menunjukan nama Farhanlah yang menghubunginya yang seharusnya dilihatnya terlebih
dahulu ketika ia akan mengangkat telepon tersebut untuk menghindari percakapan
konyol yang baru saja terjadi.
“Ada apa Han?.” Ucap Yuda
lelah tak bersemangat.
“Sepertinya kau masih
menunggu teman kencanmu? Apakah dia kabur ketika melihat wajahmu yang kurang
tampan?” ucap Farhan yang kini mengolok-olok Yuda ketika memahami sepertinya
Yuda masih menunggu pangilan dari seseorang itu yang menandakan mereka belum
bertemu.
“Sialan kau, dia memang sepertinya
akan telat pada hari ini ketika kami membuat janji kemarin.” Ucap Yuda yang tak
terima perkataan Farhan, dan menjelaskan alasan terbesar yang dimilikinya untuk
menjelaskan pada Farhan untuk mengurangi olok-olokan lain yang akan keluar dari
mulut berbahaya Farhan.
“Tersehmu lah, tapi
sepertinya kau yang harus membatalkan pertemuan hari ini." ucap Farhan
serius.
“Aku akan secepatnya berada
disana.” Balas Yuda yang langsung memahami maksud Farhan bahwa ada hal genting
yang memerlukanya dikantor mendengar nada Farhan yang sangat jarang main-main
dalam hal pekerjaan.
Yuda memutuskan untuk
membatalkan pertemuannya dalam sebuah pesan singkat pada Mawar dan langsung
bergegas pergi kekantor Kepolisian. Untung saja tadi Yuda memakai sebuah motor
kesayangannya mengingat ia tak harus menjemput Mawar, kini disyukurinya karena
kini ia bisa lebih cepat datang ke kantornya.
“Yud,
kami telah menangkap komplotan yang menyembunyikannya, dan tahukah kau dia
adalah merupakan anaknya yang juga dikabarkan telah mati” ucap Farhan berteriak
memberikan kemajuan atas kasus Didi ketika Yuda baru saja sampai di ruangan
yang dipakai oleh Yuda,Farhan dan Puji.
“Benarkah?”
ucap Yuda tak percaya dengan ucapan Farhan, akhinya setelah penantian panjang
kasus tentang Bundanya yang selalu menemukan jalan buntu kini akhirnya bisa
terselesaikan juga.
“Anaknya
itu kini sedang diintrogasi oleh Puji untuk mengetahui sampai sejauh mana ia
terlibat.”ucap Farhan yang terus melaporkan pada sahabatnya.
“Bolehkah
aku melihatnya?”ucap Yuda.
“Kalau
dengan anaknya tak masalah, tapi kalau misalnya Didi nanti yang tertangkap ku
rasa kami tak akan memberikan izin” ucap Puji yang telah mendapat perintah atas
hal tersebut sebelumnya dari Komandan langsung.
Farhan
pun langsung mengantarkan Yuda pada ruangan yang dimaksudkan tadi, dan langsung
diikuti Yuda yang sedikit antusias untuk melihat seseorang yang berani
menyembunyikan seorang pembunuh. Menurut Yuda seharusnya orang itupun mendapat
hukuman yang sangat berat, walau dia tak membunuh secara langsung tapi dengan
menyembunyikan seorang pembunuh hal itu pun membuatnya menjadi pembunuh secara
tidak langsung.
“Permisi
bisakah kau memberi kami waktu.” Ucap Farhan pada Puji.
“Dia
tak mengatakan apapun, sepertinya dia sama gilanya seperti ayahnya tahukah kau bahkan
dia tak mempunyai identitas yang legal.” Ucap Puji mengerutu sepertinya sangat
frustasi setelah keluar dari ruangan introgasi tanpa melihat siapa saja yang
ada didepannya.
“Kami
akan mencoba membuatnya mengakui segala perbuatannya” ucap Farhan menyakinkan
Puji dan diangguki oleh Yuda.
“Tapi
aku tak yakin denganmu” ucap Puji yang kaget didepannya bukan hanya ada Farhan
kini ia hanya bisa memberikan pandangan yang tajam pada Yuda, tak setajam
biasanya Puji berikan kepada para tahanannya tapi pandangan ini lebih seperti
pandangan seseorang yang khawatir.
“Aku
bisa melakukannya” ucap Yuda menyakinkan Puji.
Farhan
memasuki ruangan yang berisi terdakwa untuk menintrogasi calon tersangka dan di
ikuti Yuda setelah disetuji Puji yang mempertimbangkan Yuda bisa mengendalikan
diri dengan baik dan mungkin keberadaan Yuda akan membuat yang berada di
ruangan itu membuka informasi yang tepat dalam keberadan Didi saat ini.
Ketika
Yuda memasuki ruang tersebut disana terdapat sebuah meja dan seseorang yang
terus menunduk, entahlah dia laki-laki atau perempuan yang jelas karena ia
memakai pakaian yang serba hitam dan juga sebuah topi yang semakin
menyembunyikan identitas seseorang yang duduk tertunduk diruang itu.
“Kau
pasti kelelahan karena berada disini lebih dari dua puluh empat jam?” Tanya
Farhan basa-basi ketika memasuki ruangan itu.
Tapi
tak ada jawaban ataupun sebuah pergerakan pada sosok seseorang yang masih setia
masih saja tertunduk menyembunyikan identitasnya. Kalau saja bukan dari
pergerakan tubuhnya yang menandakan bahwa seseorangan itu sedang bernafas
mungkin kita bisa menyimpulkan bahwa yang didepannya ini hanyalan sebuah boneka
yang diberi pakaian.
“Kau
mendengarkan aku?.” ucap Farhan yang mengebrak meja karena tersulut emosi yang
tak penah Yuda lihat di masa-masa pertemannya.
Farhan dimata Yuda adalah seseorang yang
humoris yang selalu mengedepankan persahabatan berbeda dengan apa yang Yuda
lihat kini disampingnya sepertinya ia jauh berbeda dengan yang barusan baru
saja menyambutnya untuk mengabarkan perkembangan kasus ini. Sosok disampingnya
kini berubah menjadi sosok menakutkan yang akan membuat semua tahanan akan
langsung mengakui semua perbuataannya. Ingatkan Yuda nanti bahwa jangan membuat
masalah serius dengan Farhan kalau kau masih ingin hidup tenang.
Kritik dan sarannya sangat membantu buat bestie ku looh :)
ReplyDeleteKeren banget alur ceritanya kak. Jadi pengen belajar nulis kaya gini juga ahh.
ReplyDeletehiihi ini punya nya temenkuu, lagi belajar nulis hehehe
DeleteWaw mantap! Udah masuk episode 11 aja. Penasaran juga sama alur ceritanya. Kayaknya biar nyambung, aku harus baca episode yang pertamanya dulu nih. ☺️
ReplyDeletehihihi iyaa, cuss meluncur dari episode 1nya, ada di sidebar paling bawah
DeleteBagus ceritanya. Cuma kalau boleh saran dibikin antar paragrapnya agak legaan mba. Jadi estetikanya juga ada hehe
ReplyDeletewaa terima kasih mbak masukanyya,
DeleteKonsisten banget mbak bestiesnya, sampe episode 11... Keren deh penulis cerita seperti ini
ReplyDeletehihihi iya nih, semoga bisa melahirkan novelet lainnya juga
Deletewah ternyata ka Deem punya bakal menulis cerita juga ya selain merias muka heheh, bagus cara pemilihan kata-katanya mba Deem, aku dapat berimaginasi dengan kata-katanya dan bsia membayangkan alurnya seperti apa, cuman akan lebih dapat kayaknya aku harus baca dari episode dari awal deh
ReplyDeletehihihi ini punyanya temenku mbak hehhe
Deleteih, kak demia jago nulis cerita juga, ku suka alurnya santai dan nggk tergesa-gesa gitu dalam membacanya. Keren!
ReplyDeleteCeritanya bagus. Hanya saja untuk tulisannya butuh sentuhan editing. Karena saya lihat banyak kata-kata yang tidak lengkap. Juga ada kalimat-kalimat yang terlalu panjang. Btw good luck, teruskan berkarya :)
ReplyDeleteKeren temannya Mbak, kok nggak diupload di Wattpad aja? Hehe.. Sampai sekarang saya belum berhasil membuat naskah fiksi panjang bersambung kayak gini. Suka mati ide��
ReplyDeleteAku penasaran sama latar belakang karakter Yuda, hehe .. kayaknya harus baca dari awal nih! Aku juga setuju sama komentar di atas, antara paragraf lebih lengang lagi 😃
ReplyDeleteTernyata sosok berbaju hitam yang menakutkan itu Mawar ya? Fyuhh sampe nahan napas saya... Btw suka deh ama cerpen yang endingnya gak mudah ketebak kaya gini
ReplyDeleteYang ada dalam bayanganku langsung pemeran film ikaan cinta,Al=Yuda,Andin=Mawar,hihi.
ReplyDeleteCeritanya dengan alur yang mengalir ini oke, mungkin bisa diperhatikan juga tanda bacanya, misalnya setelah tanda tanya seharusnya nggak pakai tanda petik, jadi bukan -> "Apa?." tapi "Apa?"
ReplyDeleteTiba-tiba pikiranku menerawang gimana ya kalau introgasi ketemu tersangka gitu, duh ngebayanginnya aja dah degdegan hehe. Ntw ditunggu ya episode 12 nya hehe.
ReplyDeletewahiya aku belum baca episode sebelumnya nih...Pas disini aja udah seru dan bikin penasaran...
ReplyDeleteWaduuhh aku udah ketinggalan banyaaak sekali episode sebelumnya nih. Ntar coba aku baca-baca yang sebelumnya ya.
ReplyDeletewah bagus nih ceritanyaaaa,bikin penasaraaan.. hehe. Ga ada wattpadnya kah mba? Aku mau coba barmca ceritanya dari eps awal aaaah
ReplyDeleteWah sudah lama banget ngga ketemu blogger yang nulis cerbung kaya gini hihi jadi ingat masa2 dulu, thank you for sharing ya kak. ditunggu episode2 selanjutnya
ReplyDeleteWah suka banget deh! buat selingan kalau bosen baca manga di mangafast.net bisa nih
ReplyDelete