Buat kamu yang baru pertama kali mampir ke Blog aku ini, cuss dibaca dulu Episode sebelumnya yaa, udah ada episode 1 sampe 14-nya beeeb.
Buat kamu yang belum tau, ini Novelet bukan buatan aku, tapi buatan si bestie. cuss langsung aja yuk Episode 15-nya?
WHITE ROSE by Astrianti Nuraidan
“Ayah juga bahagia, benarkah Kau akan
menikah?” ucap Arman dengan suara yang sangat lemah menunjukan bahwa ia masih
sangat lemas tapi ia mencoba untuk tersenyum dihadapan putranya.
“Tidur ayah terlalu lama, banyak hal terjadi
ketika kau tidur.” Ucap Yuda yang mengeluhkan pada sang ayah bahwa ia melewati masa-masa
sulitnya sendirian.
“Maaf.” Ucap Arman yang merasa
bersalah pada putra didepannya yang kini terlihat sudah dewasa, sepertinya ia
memang melewatkan pertumbuhannya.
“Aku cukup bahagia Karena ayah sudah
bangun, istirahatlah sekarang, ayah harus berada disampingku ketika hari
istimewa itu terjadi.” Ucap Yuda sambil membenarkan letak selimut Arman agar
membuatnya nyaman dalam tidurnya.
Setelah itu Yuda langsung keluar dari
kamar tersebut agar tak mengganggu ayahnya beristirahat. Yuda mencari
orang-orang agar ia dapat pamit ketika akhirnya ia menemukan keberadaan yang
Nenek yang sedang berbincang-bincang dengan Kakek. Kedua orang tua tersebut sepertinya
masih begitu tegang akan sesuatu yang sebelumnya telah mereka debatkan, tetapi ketika
mereka menyadari Yuda mendekat kedua orang tua itu langsung tersenyum menyambut
cucunya.
“Ada yang kau butuhkan?” ucap Kakek membuka
suara yang pertama kali dengan hati-hati.
“Tidak kek, ayah baik-baik saja, aku
meninggalkannya agar ia dapat istirahat.” Ucap Yuda.
“Kakek mengerti, kau keberatan jika kami
bicara denganmu sekarang?” ucap Kakek dengan nada serius.
“Tidak masalah, Ada apa?” ucap Yuda
yang kini duduk didepan Nenek dan diikuti Kakek yang kini duduk disebelahnya.
“Apakah kau cukup serius dengan
Mawar?” ucap Nenek yang begitu ragu memulai percakapan.
“Bukankah tanggal pernikahan sudah
ditentukan?” ucap Yuda yang tak mengerti dengan apa yang dimaksud perkataan
Neneknya yang sangat aneh, bahkan bagaimana mungkin mereka menanyakan
pertanyaan itu ketika bahkan mereka pun ikut membantu mempersiapkan segala
sesuatu dalam hal pernikahan itu.
“Kami tahu, tapi saat ini keadaan
berbeda.” Ucap Kakek.
“Dan apakah yang berbeda itu?” ucap
Yuda yang semakin tak mengerti.
“Arman sudah siuman.” Ucap Nenek
pelan.
“Lalu?” ucap Yuda sedikit meninggikan
nada suaranya.
“Kami tak yakin Arman menerimanya.”
Ucap Kakek yang menjawab dengan tenang.
“Mengapa Ayah..” ucap Yuda yang
mencoba memutar kerja otaknya yang tiba-tiba bekerja menjadi sangat lamban dari
pada biasanya.
“Dia mungkin akan teringat kembali
kejadian malam itu.” Ucap Nenek yang kini menunduk ketika menyuarakan
pendapatnya.
“Apa hubungan Mawar dengan malam itu,
bukan kah dulu Yuda sudah menjelaskan situasi tentang Mawar dan kalian bahkan
telah setuju dengan pendapat Yuda.” Ucap Yuda.
“Arman kami tetap yang paling
penting.” Ucap Kakek tegas.
“Sebentar, apakah maksud ucapan
Kakek?” ucap Yuda.
“Kami hanya ingin yang terbaik untuk
Arman.” Ucap Nenek yang kini terlihat seperti sangat siap untuk memohon pada
Yuda.
“Aku juga juga ingin yang terbaik
untuk ayah, tapi apakah harus Yuda mengorbankan kebahagian Yuda?” ucap Yuda
dengan nada yang tercekat, tiba-tiba kini Yuda memikirkan kehidupannya kelak
tanpa Mawar disampingnya.
“Kami tak memintamu untuk mengakhiri
hubungan kalian.” Ucap Kakek.
“Lalu?” ucap Yuda.
“Entahlah, Kami begitu bahagia dengan
penikahanmu sebentar lagi, kami bahkan lebih bahagia ketika akhirnya Arman bangun
dari tidur panjangnya.” Ucap Nenek yang mengucapkannya dengan nada yang
terdengar begitu pilu berbeda dengan apa yang telah diucapkannnya.
“Kami sanagt memohon kepadamu, sebelum
Arman memberikan restunya kami ingin kau menunda pernikahanmu terlebih dahulu.”
Ucap Kakek yang begitu tak terduga oleh Yuda, sambil memeluk Nenek yang sudah
mulai menangis.
“Jadi maksud kalian kami tak akan
pernah menikah sebelum ayah memberi restu?” Ucap Yuda dengan nada yang seperti
seseorang yang mempunyai suatu penyakit pada tenggorokannya.
“Keputusan kami telah bulat tentang hal
ini, kumohon kau mengerti, walau bagaimana pun hal ini adalah untuk kebaikan kita
bersama.” Ucap Kakek yang kini menuntun Nenek berdiri untuk segera pergi dari
hadapan Yuda.
Yuda yang ditinggal sendirian diruangan
itu pun terlalu kalut meresapi maksud dari ucapan yang beberapa menit telah
terjadi tadi, Yuda begitu sesak berada di ruang itu, ia harus secepatnya pergi
dari rumah ini untuk menenangkan diri. Dan untunglah selama Yuda bekerja ia
mempunyai tempat tinggal sendiri, hal itu sangat bagus untuknya agar ia bisa
berpikir lebih tenang.
Sesampainya dikamar kostan, Yuda langsung terlentang diatas
tempat tidurnya ia mencoba menenangkan dirinya untuk membuat sebuah keputusan
yang tepat untuk dilakukannya. Matahari yang datang dan pergi pun tak diubris
sedikitpun ketika ia mengambil keputusan paling penting dalam hidupnya. Tak
ingin menunda waktu lagi akhirnya Yuda memutuskan kembali kerumah Nenek.
Sebelum datang, Yuda mengirimkan sebuah pesan untuk meminta seluruh
keluarganya berkumpul bahkan ayahnya yang mungkin masih belum sehat benar. Tetapi
sepertinya kondisi sang ayah terlihat sangat segar untuk ukuran seseorang yang
baru saja bangun dari tidur panjangnya. ayahnya sudah bisa duduk sendiri
disebuah kursi yang berada diruangan itu sambil memakan sesuatu yang diberikannya oleh Nenek yang
memperlakukannya seperti anak kecil.
“Jadi apa yang ingin kau katakan
ketika hari sudah larut seperti ini.” Ucap Arman setelah mengunyah makanan yang
ada dimulutnya terlebih dahulu.
“Mmm...” Ucap Yuda sedikit ragu untuk
memulai ketika sebuah pintu terbuka.
“Kalian sudah berkumpul?” Ucap Kakek
yang baru saja datang dan diikuti oleh Dirga dibelakangnya.
“Aku hanya meminta seluruh keluarga
yang berkumpul.” Ucap Yuda menahan emosi begitu melihat Dirga yang seenaknya
mengekori Kakek dan kini bahkan ia seenaknya duduk disebelah Ayahnya dengan
sebuah senyuman yang begitu menjengkelkan bagi Yuda.
“Dia ada disini untuk berjaga-jaga.”
Ucap Nenek.
“Berjaga-jaga?”
“Dari apapun yang akan kau bicarakan.”
Ucap Kakek yang memilih untuk duduk disebelah Nenek.
“Yang akan aku bicarakan?” ucap Yuda
mengulangi ucapan kakek dan malah mengubahnya menjadi kalimat bertanya.
“Dia adalah dokter, mungkin bahkan
Nenek memerlukannya.” Ucap Nenek yang mengatakannya dengan pelan.
“Astaga, apakah sekarang kalian
membuatku seperti seseorang yang akan mencoba untuk melukai kalian?” ucap Yuda
terduduk lesu pada sebuah kursi yang berada didekatnya.
“Kami hanya berjaga-jaga, walau
bagaimana pun lebih baik bersiap-siap untuk segala kemungkinan.” Ucap Kakek
tenang.
“Haha..” ucap Arman tertawa begitu
keras. “Apakah selama aku tidur kalian berubah menjadi sekelompok komedian.”
Ucap Arman sambil menghapus air mata karena ia tetawa begitu keras yang
mengakibatkan kedua matanya mengeluarkan cairan tersebut.
“Apa maksud ucapanmu itu.” Ucap Nenek
yang berada disampingnya.
“Kalian terlihat begitu lucu saat
ini.” Ucap Arman mencoba meredakan
tawanya.
“Anak muda, apakah kau yakin memeriksa
seluruh tubuh anakku dengan benar?” ucap Kakek tertuju pada Dirga.
“Saya sangat yakin.” Ucap Dirga yang
langsung menjawabnya.
“Dan apakah maksud dari ucapan ayah
itu.” Ucap Arman yang kini telah berhasil menghentikan tawanya.
“Kau tertawa seperti kehilangan
kewarasanmu, bahkan mengatakan kami keluarga komedian.” Ucap Kakek.
“Wajah tegang ibu, wajah ayah yang
terlihat waspada, serta wajah Yuda yang siap untuk menghadiri ujian sekolahnya,
bukankah hal itu pemandangan yang paling lucu.” Ucap Arman kembali akan tertawa
akan tetapi tak terjadi begitu melirik wajah Ayahnya.
“Jadi maksud Yuda mengajak kalian
berkumpul adalah untuk….” Ucap Yuda memulai percakan yang telah ia siapkan
sejak kemarin untuk dibahasnya hari ini mengalihkan ucapan ayahnya yang tak begitu
masuk akal.
“Soal pernikahanmu kan?” Ucap Arman
menyela anaknya yang terlihat begitu gugup dalam mengutarakan niatnya.
“Ayah, aku..” ucap Yuda.
“Lima hari lagikan? Ayah pasti berada disampingmu saat itu
terjadi.” Ucap Arman tersenyum menghayalkan seolah-olah iya sudah ada di momen
itu.
“Ayah.” Ucap Yuda yang kaget mendengar
perkataan ayahnya.
“Arman.” Ucap Nenek yang kini menatap putranya
penuh ketidak percayaan.
“Aku tahu dengan jelas ibu, siapa sebenarnya
pendamping anakku nanti.” ucap Arman yang kini menggenggam kedua tangan ibunya
untuk menenangkan.
“Kau tahu?” ucap Nenek kaget.
“Maaf.” Ucap Dirga yang kini
menundukkan kepalanya.
“Kau?” ucap Kakek yang kini menatap
Dirga begitu tajam.
“Jangan marahi dia ayah, akulah yang
memintanya, bagaimana mungkin aku sanggup melihat wajah ibu yang resah seharian
kemarin.” Ucap Arman mencoba menjelaskan.
“Kau tahu siapa Mawar?” ucap Kakek
memulai dengan nada yang sedikit ragu memadang putra nya yang tak
mempersalahkan keputusan cucunya.
“Maaf aku telah menceritakan segalanya.”
Ucap Dirga semakain menunduk.
“Kau tak mengatakan bagian adanya sebuah
ancaman, jika kau tak memberitahuku.” Ucap Arman sambil memukul pelan kepala
Dirga mengkoreksi ucapannya.
“Kau benar-benar.” Ucap Kakek yang
kini mengelengkan kepala mengingat kelakuan anaknya yang tak pernah berubah
sedikitpun.
“Lagi pula yang kudengar iya bahkan bukan
anak kandungnya, bagaimana mungkin anak yang sudah mati hidup kembali bukan.”
Ucap Arman dengan nada yang ringan dan menurunkan suaranya pada kalimat
terakhir.
“Benar, ia hanya terjebak bersamanya.”
Ucap Yuda meyakinkan sang ayah bahwa Mawar tak ada hubungan darah dengan
laki-laki yang membuat keluarga hancur.
“Aku turut bahagia bila putra
kesayanganku juga bahagia.” ucap Arman dengan sebuah senyuman yang menenangkan
Yuda.
“Ayah aku..” ucap Yuda yang begitu
terharu dengan keputusan sang ayah berbeda dengan apa yang telah Nenek dan
Kakek khawatirkan.
Sebelumnya Yuda sudah bertekad untuk memperjuangkan Mawar
apapun yang akan terjadi. Bahkan bila perlu ia membawa Mawar pergi sejauh
mungkin dari keluarganya, untuk menghindari pertumpahan darah yang mungkin akan
terjadi bila Yuda masih memilih Mawar bersamanya.
“Aku senang sepertinya kau sudah cukup bijaksana setelah apa
yang sudah terjadi.” Ucap Nenek yang juga terharu dengan putra satu-satunya
disampingnya ini.
“Ibu bagaimana mungkin aku merebut
kebahagian putraku satu–satunya ini.” Ucap Arman ringan, berbeda dengan Dirga
yang tiba-tiba seperti berada ditempat yang salah disebelahnya dan tatapan aneh
sang Kakek yang diberikan padanya.
“Terimakasih banyak ayah, aku harus
memberitahukan Mawar secepatnya.” Ucap Yuda kembali riang seperti dirinya yang
biasa.
“Tunggu sebentar.” Ucap Arman
menghentikan langkah Yuda yang akan pergi.
“Ayah harap kau tak memberitahukan
dahulu kalau ayah sudah sadar.” Ucap Arman pelan.
“Memangnya kenapa?” ucap Nenek yang
pertama kali bersuara.
“Aku tak ingin jika nanti dia pergi.”
Ucap Arman tiba-tiba sedih.
“Ayah..” ucap Yuda mencoba berbicara.
“Setidaknya dia akan tahu pada hari
pernikahan kalian, ia tak akan pergi bila sudah resmi jadi istrimu bukan.” Ucap
Arman “Bahkan bukankah itu hadiah paling berharga yang bisa didapatkannya.”
Kembali Arman melanjutkan kalimatnya.
“Ayah benar itu kado pernikahan
terindah untuknya, hal ini akan mengurangi rasa bersalahnya padaku bila ia tahu
ayah sudah baik-baik saja.” Ucap Yuda yang setuju dengan pemikiran ayahnya.
“Jadi mumpung kau berada di sini,
apakah kau bersedia mendengarkan permintaan ayah yang lainnya.” Ucap Arman
penuh harap.
“Apapun untuk ayah.” Ucap Yuda yakin.
“Ayah harap kau tinggal disini bahkan
setelah nanti kau menikah dengannya.” Ucap Arman.
“Arman..” ucap Kakek dan Nenek
berbarengan tak percaya keinginan sang anak.
“Ayah, ibu bukankah lebih baik mereka
sering-sering berada didekatku, kami perlu untuk memperbaiki hubungan dan juga
menjauhkan kesalahpahaman yang mungkin terjadi untuk kedepannya. Walau
bagaimanapun mereka adalah anak dan calon menantuku.” Ucap Arman yakin dengan
kata-katanya.
“Mm… bagaimana menututmu Yud..?” ucap
Nenek yang sudah pasrah dengan kemauan anaknya yang tak pernah bisa ia tolak.
“Yuda akan senang jika kalian tak
keberatan.” Ucap Yuda yang bahagia dengan keinginan ayahnya yang sepertinya
sangat menerima keputusannya untuk bersama Mawar, bahkan ia rela tinggal satu
atap untuk menjalin hubungan yang lebih baik untuk kedepannya.
“Kalau begitu mulai malam ini kau
tinggal disini.” Ucap tegas Arman.
Keesokan harinya Yuda memutuskan
mengambil barang-barangnya yang berada dikostan miliknya, walaupun cukup jauh
dari rumah Nenek ketempatnya bekerja, tapi semua hal itu tak melunturkan
kebahagian yang dirasakan olehnya saat ini. Yuda tak pernah bermimpi sebelumnya
bahwa semua hal ini akan terjadi di kehidupannya.
Sikap Kakek dan Nenek sudah seperti
biasa kembali kepada Yuda, bahkan persiapan pernikahan pun sudah selesai dengan
sentuhan dan kemampuan dari Kakek juga Nenek tanpa banyak ikut campur Mawar
didalamnya, untuk menghindarkan Mawar mengetahui keadaan Arman yang
sesungguhnya. Tak terasa besok adalah hari dilaksanakannya pernikahan itu.
Hari ini Yuda menyelesaikan
pekerjaannya lebih cepat dari biasa setelah iya berhasil mendapatkan cuti
bekerja untuk pernikahannya, yang mendapat dukungan penuh dari teman-teman
kerjanya kecuali Farhan yang sepertinya belum melupakan kecurigaannya, tapi
walaupun bagaimanapu ia merasa keberatan tapi Farhan telah berjanji pada Yuda
bahwa ia akan datang dihari penikahan.
Semua kebahagian ini terjadi karena
ayahnya, Yuda harus berterimakasih dan lebih perhatian dengan ayah mulai dari
saat ini. Dan disini lah Yuda berada didepan kamar ayah dengan kedua tangan penuh
dengan makanan kesukaannya. Yuda hendak membuka pintu sebelum terdengar suara
didalamnya yang menghentikannya.
“Apakah anda yakin dengan keputusan
anda tersebut?” ucap seseorang laki-laki yang Yuda sangat tahu bahwa ia adalah
dokter muda tinggal tepat disebelah kamarnya sekarang.
“Sebenarnya aku tak begitu yakin untuk
mengatakannya, aku sangat khawatir dia malah tak akan mempercayai apa yang aku
katakan.” Ucap Arman pelan terdengar begitu sedih.
“Apa maksud anda? Ia adalah anak
kandung anda bukan?” ucap Dirga tak mengerti bagaimana mungkin ada seorang anak
yang tak mempercayai apa yang dikatakan oleh ayahnya sendiri.
“Tapi wanita itu, begitu cerdas hingga
bisa mendapatkan hati mereka.” Ucap Arman sambil menghela nafasnya.
“Tapi anda harus mengatakan
kebenarannya.” Ucap Dirga yang sepertinya menyakinkan ayahnya didalam sana.
“Biarlah kenyataan ini hanya aku dan
kini kau yang tahu.” Ucap Arman sedih.
“Anda akan membiarkan anak anda menikah dengan seseorang yang
bahkan menjadi alasan besar ibunya mati?.” Ucap Dirga yang entah mengapa
menjadi emosional.
“Ayah apa maksud ucapannya?” ucap Yuda
yang tiba-tiba membuka pintu penghalang keberadaannya.
“Yud.. sejak kapan kau berada disana?”
ucap Arman yang kaget melihat anaknya membuka pintu kamarnya dan bahkan
mendengar apa yang baru saja mereka debatkan.
“Dia ada disana bersama Didi malam
itu, dan juga karenanya juga kau kehilangan Bundamu.” Ucap Dirga yang tak ingin
menutup mata dalam hal ini.
“Ayah apa maksud perkataan orang asing
ini?” Ucap Yuda yang tak mempercayai apa yang telah di ucapkan oleh mantan
sahabat yang telah menghiyanatinya.
“Mmm Itu..” ucap Arman ragu.
“Ayah beritahu aku segalanya, mengapa
ayah menyembunyikan kebenaran dan mengapa malah memberitahukan segalanya pada
orang asing.” Ucap Yuda yang kini berteriak kepada ayahnya sambil menunjuk Dirga.
“Yuda..” ucapArman mencoba menghentikan
amarah pada putra yang kini sudah berada didepannya.
“Apakah semua itu benar?” ucap Yuda
yang kini menunduk untuk menutupi air matanya yang jatuh tanpa bisa ditahannya.
“Ya.” Ucap Arman singkat.
“Lalu mengapa ayah membiarkan aku
menikah dengannya.” Ucap Yuda setelah beberapa saat mencerna ucapan ayahnya.
“Ayah tak ingin mengecewakanmu..” ucap
Arman mencoba meraih pundak anaknya yang begitu menyedihkan bagi semua ayah
didunia ini. “lagi pula ayah berencana membuatnya merasakan sebuah neraka
baginya jika kalian telah menikah nanti.” Lanjutnya setelah beberapa saat
memeluk anaknya yang menanggis begitu pilu.
“Maksud ayah.” Ucap Yuda yang tak
begitu yakin dengan pendengarannya.
“Bukankah ayah meminta kalian tinggal
disini setelah menikah?” ucap Arman mencoba menjelaskan.
“A.. ayah.” Ucap Yuda.
“Aku berencana membalas dendam tanpa
perlu kau ikut serta didalamnya, kau harus bahagia biarlah hanya ayah yang
membuatnya merasakan akibat dari semua yang diperbuatannya.” Ucap Arman dengan
sebuah senyum yang tak pernah Yuda lihat sebelumnya sebuah senyum yang mungkin
akan membawamu ke nereka sekarang juga.
Kenyataan yang baru saja masuk dalam
pendengaran Yuda kini terus tergiang dalam kepalanya, seolah kebahagian yang
baru saja dirasakannya tak pernah terjadi. Setelah mendengar semua rencana
ayahnya yang akan membuat Mawar mendapatkan balasan yang setimpal tanpa membuat
mereka terlalu jelas bahwa mereka yang membuat sebuah neraka itu baginya.
Yuda meminta ijin pergi keluar dengan
alasan bahwa ia akan menenangkan diri untuk melakukan perannya untuk esok hari.
Setelah sebelumnya Yuda menyetujui akan ikut andil dalam rencana balas dendam
tersebut, entahlah nanti ia sangggup atau tidak seatap bahkan satu ranjang
dengan seorang pembunuh berdarah dingin seperti Mawar, hal itu berjalan dengan
sendirinya.
“Kau membunuhnya?” ucap Yuda satelah memukul stir mobilnya ketika
entah sudah berapa lama ia menghentikan kendaraannya.
Setelah tadi cukup lama Yuda berputar-putar menggunakan
mobilnya, kini malah ia berada ditempat yang seharusnya hindarinya. Karena di
depan sana terdapat sebuah rumah yang selalu Yuda hampiri dengan senang hati
selama tiga tahun kebelakang mungkin karena itu juga, tanpa terasa tubuhnya
menuntunnya untuk berada disini.
Hari sudah cukup gelap untuk seseorang bertamu, tapi Yuda
memutuskan untuk masuk kerumah dalam rumah itu. Mawar begitu kaget dengan
kedatangan Yuda yang begitu mendadak, tapi ia masih membiarkan Yuda masuk
setelah melihat raut wajah Yuda yang tak biasa. Begitu masuk, Mawar langsung
membuatkan secangkir kopi hangat untuk membuatnya merasa lebih baik.
“Kau baik-baik saja? Apa yang terjadi?.” ucap Mawar setelah
beberapa saat menunggu Yuda yang tak menyentuh sedikitpun minuman yang tadi dibuatnya.
“Ku rasa aku hanya merasa tertekan untuk menghadapi esok hari.”
Ucap Yuda mengeluarkan pendapat yang paling jujur dan juga yang paling aman ia
keluarkan saat ini, walau bagaimana pun ia harus mulai terbiasa bersandiwara
mulai saat ini.
“Kau yakin hanya karena itu?” ucap Mawar mencoba menggali apa
yang membuat Yuda menunjukan wajah yang tak biasa seperti ini, terakhir Mawar
melihat wajah Yuda seperti ini adalah ketika ia mencoba menjauh setelah kepergian
Didi.
“Apa alasanmu membunuh Bunda? bahkan tahukah kau bahwa orang
yang kau bunuh itu, dulu pernah bercerita kepadaku bahwa ia sangat menyayangimu?”
Ucap Yuda yang kelepasan berbicara dengan nada yang terdengar begitu rapuh.
Mawar hanya berdiri mematung mendengar semua perkataan Yuda
tanpa berniat sedikitpun mengucapkan hal apapun yang mungkin akan membenarkan
perbuatannya. Benar atau salah pun memang benar ialah penyebab Bunda Yuda
menghembuskan nafas terakhir.
“Tapi untunglah ayah sudah sadar dan mengatakan semua
kebenaran ini, kalau tidak kini mungkin aku telah menikahi seorang pembunuh
dari Bundaku sendiri.” Ucap Yuda yang tak menyadari telah menangis karena tak dapat
menahan dirinya menghadapi kenyataan yang semakin pahit.
Bagaimana mungkin ia sanggup berpura-pura menjalani kehidupan
yang bahagia dengan seseorang yang telah membunuh Bundanya. Bagaimana mungkin ia
bertindak seperti tak terjadi apa-apa, disaat ia sudah sangat ingin bahwa
seseorang yang membuat nyawa Bundanya merasakan hal yang sama dengan apa yang
telah diperbuatnya.
“Mengapa kau diam saja?” ucap Yuda sambil melihat kearah
pandangan Mawar dalam diamnya.
Dimeja itu terdapat tedapat benda-benda yang akan dikenakannya
untuk menghadiri pernikahan kami besok, disana terdapat gaun penggantin dan
berbagai pernak Pernik lainnya. Lucu sekali, apakah wanita keji ini masih
berhayal akan menjadi istrinya esok hari? Atau kah ia sedang memutar otaknya
untuk keluar dalam situasi seperti ini? Tapi tunggu sepertinya ia tak melihat
ke arah gaun yang akan dikenakannya esok tapi ia melihat ke arah sebuah pisau
tepat di sebelah gaun itu berada.
“Kau menyiapkan segalanya?” Tanya Yuda parau, tapi tetap saja
tak ada jawaban dari mulut Mawar dari ujung sana, hanya saja suara nafas yang mulai
memberat yang menandakan wanita itu masih berada diruang yang sama dengannya.
“Lucu bukan aku menggetahui segalanya tepat sehari sebelum kita
menikah.” ucap Yuda sambil tertawa mencoba menarik perhatian Mawar dalam
melancarkan aksinya.
“Aku tak menyangka, ia berani bangun lagi.” Ucap Mawar tiba-tiba
dengan nada yang terdengar begitu dingin.
“Akhirnya kau menunjukkan wajah aslimu.” Ucap Yuda seketika
menghentikan tawanya mendengar jawaban Mawar.
“…” Mawar hanya berdiri dengan pandangan yang tak lepas dari pisau
itu berada.
“Dor…” terdengar suatu suara yang berasal dari sebuah benda
yang berada ditangan Yuda, yang sejak tadi bersembunyi dengan rapi didalam pakaian
miliknya.
“Kau..” Ucap Mawar yang langsung berbalik menghadap Yuda kaget
dengan apa yang telah terjadi.
“Tak menyangka aku memilikinya kan?” ucap Yuda yang tersenyum
memamerkan benda yang berada ditangannya, seolah-olah benda itu adalah mainan
yang baru yang sangat bagus.
“Bagaimana aku lupa kau adalah seorang polisi.” Ucap mawar
yang kembali menampilkan wajah yang biasa.
“Setelah semua pembelaan dan kasih sayang yang telah kuberikan
kepadamu, adakah sedikit saja rasa sesal dalam hatimu? Bagaimana mungkin kau
tega membuat keluargaku menjadi seperti ini? Tak cukup kah Bunda mati dan keadaan
Ayah seperti itu?.” Ucap Yuda berteriak sambil
mengacungkan pistol tepat pada jantung Mawar.
“Ak...” ucap Mawar yang malah mendekat pada Yuda.
“Jangan mendekat atau aku benar-benar akan menembakkannya.”
Ucap Yuda sudah dipenuhi emosinya.
“Yud..” ucap Mawar yang malah semakin berani menghampiri Yuda
seolah apa yang dikatakan Yuda hanya angin lalu.
“Dor..” Yuda tanpa sengaja menembakkan pistol yang langsung
menembus tepat pada jantung Mawar, yang kini mulai mengeluarkan cairan berwarna
merah.
“Mawar.” Ucap Yuda yang juga kaget dengan tindakan spontannya,
melemparkan pistolnya dan mencoba mendekati Mawar.
“Per…..g…gi… lah… e…da…dan….ter…i…ma…ka…ssih….” ucap Mawar ketika
Yuda cukup dekat, dengan pandangan yang penuh akan kekhawatiran diwajahnya.
Yuda begitu bingung apa yang sebaiknya dilakukannya, disatu sisi
ia tak tega melihat seseorang yang disayanginya tersegal-segal menahan rasa sakit
akibat perbuatannya, sementara disisi lain ia begitu puas bahwa akhirnya ia
berhasil membalaskan dendam pada orang yang tepat.
Setelah beberapa saat akhirnya Yuda memutuskan untuk pergi meninggalkan
Mawar meregang nyawa sendirian ketika kilatan ingatan tiga belas tahun yang
lalu kembali menghampirinya, ingatan tentang bunda yang terkujur kaku
membuatnya langsung meninggalkan Mawar secepat yang bisa dilakukannya.
“Yud ada yang gawat” ucap Farhan tiba-tiba masuk dalam ruang
tunggu untuk pengantin pria.
“Apa yang gawat?” ucap Yuda mencoba membuat wajah yang tak
mengerti akan apapun, berpura-pura dalam perannya yang telah menunggu seorang
pengantin yang dicintainya yang tak kunjung datang.
“Mawar.” tambahnya.
“Apa yang terjadi padanya?” ucap Yuda.
“Dia menghilang.” Ucap Farhan.
“Apa?” ucap Yuda yang tak percaya dengan pendengarnya
bagaimana mungkin mayat bisa berjalan. Padahal ia sudah menyiapkan diri untuk segala
kemungkinan yang harus dijalaninya, bahkan seketsa terburuk ia sudah siap untuk
mengakui perbuatannya.
“Bagaimana bisa?” lanjutnya yang binggung dengan keadaan yang
tak terduga sebelumnya.
“Menurut Rena yang akan menjemputnya tadi pagi, keadaan rumah
baik-baik saja, tak seperti ada seseorang yang memaksanya keluar, apalagi seharian
kemarin mereka masih bersama.” Ucap Puji yang menyimpulkan perkataan Rena yang
tadi menelponnya dengan sangat panik.
“Apakah ia kabur, karena tak ingin menikah?” ucap Farhan
kembali dengan sebuah alasan yang ia coba terka-terka tentang apa yang
sebenarnya telah terjadi.
“Bodoh mana ada orang yang kabur tepat pada hari pernikahannya”
ucap Puji yang menjitak kepala Farhan yang sejak tadi diam saja berada diruang itu
bersama Yuda.
“Bisa saja kan, lagi pula ia dibesarkan oleh seseorang yang
sering melarikan diri, mungkin hal itu sudah mendarah daging.” ucap Farhan sambil
mengangkat kedua pundaknya membuat alasan atas pernyataannya yang konyol.
“Apakah terjadi sesuatu sebelumnya?” ucap Puji setelah
beberapa saat mereka terdiam.
“Mengapa nadamu terdengar seperti Yuda membuat sebuah
kesalahan disini?” ucap Farhan yang tak terima dengan perkataan Puji.
“Diamlah, aku hanya bertanya saja padanya.” Ucap Puji yang
kini lebih menuntut penjelasan Yuda.
“A… aku..” ucap Yuda tak tahu harus mengakui segalanya atau
lebih baik pura-pura seperti ia yang ditingal pergi oleh kekasihnya dihari
pernikahannya sendiri.
“Astaga, sepertinya kau sangat terpukul” Ucap Farhan sambil
merangkul pundak Yuda yang kini terduduk lemas “Dan kau bukannya menghiburnya
kenapa malah bertanya yang hal yang aneh-aneh?.” Lanjutnya sambil menunjuk Puji.
“Hah.. Sebaiknya aku pergi saja untuk mengumumkan pembatalkan pernikahan
hari ini, daripada aku diam disini meladeni kebodohanmu.” Ucap Puji pada Farhan
yang seperti siap akan membalas perkataannya, tapi hal itu tak terjadi karena ia
langsung berjalan pergi meninggalkan mereka berdua diruangan itu.
“Sebenarnya aku senang bahwa dia akhirnya sadar diri untuk pergi
dari sisimu, tapi sepertinya ini tak adil untukmu yang sepertinya begitu
terpukul karena ia menghilang, mmm.. haruskah kita mencarinya?” ucap Farhan
yang bertanya dengan ragu.
“Terimakasih.” Ucap Yuda singkat karena masih tak tahu harus
bersikap seperti apa saat ini.
Rasanya memang kudu baca dari awal. Agak membingungkan pas baca episode ini.
ReplyDeleteArman yang baru bangun dari tidur panjang. Sementara Yuda yang akan menikahi Mawar yang katanya adalah pembunuh ibunya.
Pasti seru sekali kalau sudah baca dari awal.
Wih udah episode 15 aja.. Wajib baca episode lainnya nih biar nyambung... Tapi keren loh udah konsisten posting white rose..
ReplyDeleteSepertinya aku baru pertama kali melipir ke blog ini kak. Hehe.
ReplyDeleteJadi maafkan kalau belum baca part 1-14 nya. Insyaallah semoga menyusul dibaca.
Nah, ini part 15 nampaknya batal nikah ya. Hmmm... Menarik
Mawar yang meninggalkan luka di dalam hatinya, di sisi lain Yuda yang.. Ah, lanjutkan terus ceritanya kak, bisa juga nih untuk dituliskan di aplikasi KBM biar banyak yang baca lagi
ReplyDeleteBaca white rose ini memang sepertinya harus continue ya dan dari awal jadi tahu pasti jalan ceritanya. Btw kok aku kasian ya sama Mawar huhu.
ReplyDeleteMukaku pas baca:
ReplyDelete🙂🙁🧐...😟🤪😧
Jadi penasaran apa motifnya si Mawar dan kemana dia lari. Untuk tulisannya ada beberapa typo tapi nggak banyak, sama peletakan koma ada yg kurang pas jadi bacanya agak canggung. Kalo ada waktu aku mau baca dari episode 1!
Semangat menulis, semoga pembaca suka dan terinspirasi setelah membaca ini 😍😍😍😍
ReplyDeleteDuh,, semoga Mawarnya gak kenapa-kenapa yaa,, menghilang tepat di hari pernikahannya soalnya,, pasti membingungkan semua orang.
ReplyDelete